Rp9,9 Triliun Menguap? Membongkar Skandal Chromebook yang Mengguncang Dunia Pendidikan Indonesia
Oleh: ahomeinwords
Jakarta – Skandal pengadaan perangkat Chromebook senilai Rp9,9 triliun oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini menjadi sorotan publik dan aparat penegak hukum. Di balik proyek besar bertajuk digitalisasi sekolah ini, tersimpan jejak manipulasi spesifikasi, pengondisian tender, dan dugaan mark-up harga yang mengkhianati semangat reformasi pendidikan.
Babak Awal: Digitalisasi dengan Aroma Kepentingan
Dimulai sejak 2019, proyek pengadaan Chromebook ini bertujuan mulia: mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) sebagai pengganti Ujian Nasional. Namun, sejak awal, keputusan-keputusan teknis dalam proyek ini menuai tanda tanya besar.
Awalnya, tim teknis internal Kemendikbudristek merekomendasikan penggunaan perangkat berbasis Windows. Hasil uji coba menunjukkan bahwa Windows lebih sesuai, terutama untuk wilayah dengan infrastruktur internet terbatas. Tapi entah mengapa, arah kebijakan berubah. Chromebook, yang sangat bergantung pada koneksi internet stabil, justru ditetapkan sebagai pilihan utama—tanpa penjelasan publik yang rasional.
Proyek Raksasa Tanpa Fondasi Kuat
Proyek ini membentang dari pusat hingga ke dinas-dinas pendidikan di daerah, seperti Lampung Tengah, Lombok Timur, hingga Poso. Nominalnya pun fantastis. Total pengadaan disebut mencapai Rp9,9 triliun, dengan ribuan unit Chromebook disebar ke sekolah-sekolah negeri di seluruh Indonesia.
Namun laporan dari lapangan menyebutkan banyak perangkat mangkrak, tidak digunakan, atau rusak karena tidak sesuai dengan kebutuhan. Di beberapa sekolah, perangkat bahkan masih terbungkus rapi di gudang.
Pecahnya Skandal: Ketika Kejagung Turun Tangan
Pada 20 Mei 2025, Kejaksaan Agung RI secara resmi mengumumkan penyidikan kasus ini. Langkah ini dilakukan setelah muncul laporan dari berbagai elemen masyarakat dan audit internal yang menunjukkan indikasi kuat adanya korupsi sistematis.
Dalam penggeledahan di beberapa lokasi strategis, termasuk dua apartemen mewah milik staf khusus eks Menteri Nadiem Makarim di Kuningan dan Ciputra World, tim penyidik menyita dokumen, laptop, ponsel, dan hard disk. Tak kurang dari 28 saksi telah diperiksa, termasuk pejabat tinggi, vendor penyedia perangkat, hingga konsultan pengadaan.
Meski belum ada penetapan tersangka, Kejagung menyatakan bahwa penyidikan telah masuk ke tahap mendalam, dengan kemungkinan menyeret nama-nama besar di balik layar.
Sinyal Kuat Adanya Rekayasa
Salah satu poin krusial adalah adanya dugaan rekayasa spesifikasi dalam dokumen pengadaan. Spesifikasi yang ditetapkan diduga hanya bisa dipenuhi oleh satu-dua vendor tertentu, membuka ruang untuk praktik kartel dan mark-up harga.
Lebih jauh lagi, di beberapa daerah, harga satu unit Chromebook yang seharusnya hanya sekitar Rp3–4 juta bisa membengkak menjadi Rp10 juta lebih, tanpa kejelasan fitur atau layanan tambahan yang masuk akal.
Bau Busuk Sistemik
Skandal ini bukan hanya tentang pengadaan laptop. Ini adalah cerminan dari penyakit lama dalam birokrasi Indonesia: manipulasi proyek demi keuntungan segelintir orang. Jika dibiarkan, maka setiap proyek reformasi akan menjadi ladang bancakan, bukan alat transformasi.
Kasus ini juga membuktikan lemahnya pengawasan internal di kementerian. Tidak adanya transparansi dalam perubahan spesifikasi, serta absennya evaluasi kinerja pasca-pengadaan, memperlihatkan bahwa proyek ini lebih berpihak pada kepentingan bisnis daripada kebutuhan siswa dan guru.
Kesimpulan: Pendidikan Gagal karena Politik dan Uang
Di atas kertas, proyek ini tampak ideal: mendigitalisasi pendidikan demi mengejar ketertinggalan teknologi. Tapi di balik tumpukan dokumen tender dan Chromebook yang terbengkalai, tersingkap ironi pahit: reformasi yang gagal total karena dikotori oleh korupsi.
Jika aparat hukum gagal menyeret para pelaku ke meja hijau, bukan hanya negara yang rugi triliunan rupiah. Yang lebih tragis, generasi muda Indonesia kembali jadi korban ambisi elite yang tamak.
Catatan Redaksi: Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan menyajikan informasi terbaru untuk Anda.
0 Comments