GEMPAR! Misteri Ijazah Jokowi: Badai Tak Berhenti di Tengah Palu Bareskrim


Oleh ahomeinwords



Jakarta – Ibarat kaset usang yang terus diputar ulang, isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali menghangat, tak hanya di meja diskusi warung kopi namun juga di koridor-koridor hukum. Meskipun Bareskrim Polri telah menutup buku penyelidikan pidana dengan kesimpulan "identik", polemik ini justru memantik api perdebatan baru, menyeret berbagai pihak ke dalam pusaran klarifikasi, bantahan, hingga tuntutan hukum. Mengapa isu ini seolah abadi dan tak pernah mencapai titik final yang memuaskan semua pihak?


Dari Kampanye ke Pengadilan: Jejak Isu yang Berulang



Narasi tentang keraguan terhadap ijazah Jokowi bukanlah barang baru. Sejak pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014, isu ini telah menjadi amunisi empuk bagi pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan latar belakangnya. Setiap kali Pemilu tiba, tudingan ijazah palsu muncul kembali, seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap politik elektoral Indonesia.

Namun, eskalasi signifikan terjadi pada akhir 2022. Seorang pria bernama Bambang Tri Mulyono, penulis buku "Jokowi Undercover", melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menuntut agar Jokowi dinyatakan menggunakan ijazah palsu saat mendaftar Pilpres 2019. Gugatan ini bak memantik sumbu, tak lama kemudian disusul dengan laporan pidana ke Bareskrim Polri oleh Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA) dengan tuduhan serupa.


Bareskrim Bertindak: Hasil "Identik" yang Bikin Penasaran



Menanggapi laporan tersebut, Bareskrim Polri, di bawah arahan Dirtipidum Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, memulai penyelidikan intensif. Serangkaian pemanggilan dilakukan. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai almamater Jokowi, serta sekolah-sekolah tempat ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah, kembali diminta memberikan klarifikasi dan dokumen pendukung. Rektor UGM dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM secara konsisten menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni sah Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada tahun 1985. Dokumen-dokumen akademik, seperti buku induk dan daftar wisudawan, berulang kali ditunjukkan ke publik.

Puncaknya, pada 20 Mei 2025, Presiden Jokowi sendiri hadir di Bareskrim Polri untuk memberikan klarifikasi. Ia menjawab 22 pertanyaan penyidik, tak hanya seputar ijazah formal dari SD hingga S1, namun juga detail mengenai skripsi dan kegiatan kemahasiswaannya. Potret-potret lawas saat Kuliah Kerja Nyata (KKN), momen wisuda, hingga pengumuman penerimaan mahasiswa di koran lawas pun turut ditunjukkan sebagai bukti penguat.

Selang beberapa hari, pada penghujung Mei 2025, Bareskrim Polri mengumumkan hasil penyelidikan: tidak ditemukan unsur pidana. Hasil uji forensik menunjukkan bahwa seluruh unsur pada ijazah SMA dan S1 Jokowi identik dengan dokumen pembanding. Bahkan, Djuhandhani menyebutkan bahwa map ijazah Jokowi pun serupa dengan yang dimiliki rekan seangkatannya dan telah mengalami penuaan alami yang wajar. Pengumuman ini secara resmi menghentikan penyelidikan pidana.


Ketika "Identik" Belum Cukup: Benang Kusut yang Masih Terurai

Namun, keputusan Bareskrim ini justru menyisakan pertanyaan bagi sebagian pihak. Bagi Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA), kata "identik" belum cukup meredakan kecurigaan. "Identik itu kan belum tentu otentik atau asli sepenuhnya," ujar salah satu perwakilan TPUA, mengisyaratkan ketidakpuasan dan menuntut adanya gelar perkara khusus. Mereka meragukan kedalaman uji forensik yang dilakukan dan menilai pengumuman hasil penyelidikan cenderung tendensius.

Bukan hanya TPUA, figur seperti mantan Menpora Roy Suryo, yang juga kerap menyuarakan kejanggalan dalam isu ini, tetap merujuk pada beberapa poin yang menurutnya belum terjawab tuntas. Ia masih mempertanyakan konsistensi penulisan nama di dokumen-dokumen yang berbeda dan detail skripsi yang dinilai kurang meyakinkan.


Arah Baru Polemik: Pencemaran Nama Baik dan Gugatan Perdata



Meskipun dugaan pemalsuan ijazah telah dihentikan, polemik ini bergeser ke ranah hukum lain. Pihak Jokowi sendiri, melalui tim hukumnya, telah melaporkan pihak-pihak yang menyebarkan tuduhan ijazah palsu atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik. Polda Metro Jaya yang menangani kasus ini, hingga kini telah memeriksa puluhan saksi, termasuk beberapa nama yang vokal dalam isu ijazah ini, seperti Roy Suryo dan Tifauzia Tyassuma.

Tak hanya itu, gugatan perdata yang dilayangkan Bambang Tri Mulyono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta beberapa gugatan serupa di pengadilan negeri lain seperti Solo dan Sleman, masih terus berjalan. Artinya, meskipun jalur pidana ditutup, pertempuran hukum atas isu ijazah ini belum sepenuhnya berakhir.


Kesimpulan dan Harapan

Dari kronologi dan fakta yang terungkap, terlihat bahwa isu ijazah Presiden Jokowi adalah narasi yang kompleks dan berlapis. Secara pidana, Bareskrim Polri telah menyatakan tidak ada unsur kejahatan pemalsuan dan menghentikan penyelidikan, berdasarkan hasil uji forensik yang menyimpulkan "identik". Namun, keputusan ini belum sepenuhnya meredakan kecurigaan dari pihak-pihak yang mempertanyakan, terutama karena pilihan kata "identik" yang dinilai kurang tegas dibandingkan "asli" atau "otentik".

Keberlanjutan gugatan perdata dan kasus pencemaran nama baik menunjukkan bahwa isu ini masih berpotensi panjang di ranah hukum. Bagi publik, ini berarti drama hukum yang mungkin masih akan bergulir, sementara bagi pihak-pihak terkait, ini adalah perjuangan untuk mendapatkan validasi atau keadilan menurut pandangan mereka.

Besar harapan bahwa proses hukum yang sedang berjalan, baik perdata maupun terkait pencemaran nama baik, dapat menghadirkan kejelasan dan kepastian hukum yang tuntas. Transparansi maksimal dari semua pihak yang berwenang menjadi kunci penting agar tidak ada lagi celah bagi keraguan yang bisa terus dihidupkan. Dengan demikian, energi bangsa dapat lebih difokuskan pada pembangunan dan isu-isu krusial lainnya, bukan terbuang dalam polemik yang tak berkesudahan.

Reactions

Post a Comment

0 Comments