Video pendek Ryu Kintaro yang menyebut hidup sebagai “perintis” viral dan menuai pro kontra. Ungkapan ini menjadi kritik karena dianggap tidak realistis bagi anak berusia sembilan tahun dari keluarga berkecukupan. Menyikapi hujatan netizen yang intens, ayah Ryu, Christopher Sebastian, akhirnya angkat bicara untuk meredam situasi.
1. Konten “Perintis” yang Viral dan Menyulut Kritik
Ryu dalam videonya menyampaikan,
“Yang paling seru itu hidup sebagai perintis. Enggak ada yang nunjukin arah, enggak ada yang menjamin hasil, tapi itulah letak asyiknya.”
Statements ini dianggap tidak sensitif bagi banyak orang yang jauh dari privilege
2. Dampak Emosional: Ryu Sampai Sakit dan Tak Masuk Sekolah
Setelah kritik masif di media sosial, Ryu terlihat perubahan perilaku: menangis di mobil dan sempat menolak masuk sekolah karena tekanan negatif.
3. Ayahnya Turun Tangan dengan Klarifikasi Publik
Christopher Sebastian menyatakan bahwa dirinya dan sang istri akan mendampingi Ryu penuh dan menenangkan emosinya. Klarifikasi ini diambil setelah melihat dampak hujatan yang masuk ke kehidupan anaknya.
4. Makna Kata “Perintis” yang Diungkap Ryu
Ryu menegaskan bahwa maksudnya bukan ingin terlihat hebat, melainkan berbagi pengalaman tentang memulai sesuatu dari nol. Ia menganggap istilah “perintis” bermakna positif dan tidak ingin menyakiti siapa pun.
5. Respons dari Netizen dan Influencer Lain seperti Willie Salim
Willie Salim memberi komentar bijak:
“Dirangkul jangan dipukul.”
Ia bahkan mengundang Ryu beserta orangtuanya untuk berbicara langsung dalam suasana yang lebih tenang dan suportif.
6. Kritik Sosial: Privilege vs Realitas Banyak Orang
Dalam diskusi Reddit, netizen mengritik istilah “perintis” dari anak konglomerat sebagai misleading. Mereka menyoroti bahwa eksperimen bisnis anak kaya dan memanggil dirinya perintis bisa menjadikan harapan palsu bagi masyarakat umum.
7. Pelajaran: Batas Public Statement oleh Anak-anak
Kasus ini menjadi pengingat penting: konten anak-anak perlu dikontrol dan didampingi orang tua. Ucapan yang belum dipahami konsekuensinya bisa berdampak besar saat masuk ke ranah publik.
Kontroversi tentang “konten perintis” Ryu Kintaro menyoroti pentingnya pendampingan anak dalam dunia digital. Meskipun niatnya berbagi motivasi, implikasinya terhadap mental bocah usia sembilan tahun jelas membuat keluarga memilih turun tangan. Ini pelajaran penting tentang bagaimana konten publik perlu disampaikan dengan hati-hati.
Post a Comment