JAKARTA – Sistem pembayaran Cash on Delivery (COD) yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen, kini seringkali berubah menjadi mimpi buruk bagi para kurir. Berbagai insiden kekerasan terhadap kurir akibat ketidaksesuaian barang yang dipesan terus bermunculan, mencerminkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap mekanisme COD.
Ketika Kurir Menjadi Sasaran Amarah
Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat seorang pria — seorang kurir — dihina dan dilempari botol oleh pelanggan perempuan. Masalah bermula ketika si konsumen merasa barang yang datang tidak sesuai pesanan, dan menuntut kurir mengembalikan uang secara langsung. Ketika ditolak karena itu bukan tugas kurir, perdebatan panas pun terjadi.
"Ini barang apaan? Gak sesuai pesanan saya! Balikin duit saya sekarang!" bentak sang konsumen, sambil menuding dan mengacungkan barang ke arah kurir.
Kurir berusaha menjelaskan, "Saya cuma antar, Bu. Soal isi barang, silakan komplain ke seller-nya." Namun suara kurir tenggelam dalam teriakan kemarahan. Puncaknya, botol dilempar ke arah kurir, membuat suasana semakin panas. Warga sekitar pun mencoba melerai.
Video itu viral. Netizen ramai-ramai mengecam tindakan pelanggan. Banyak yang menyuarakan dukungan pada kurir, menyebutnya sebagai “pahlawan digital yang sering disalahkan.”
Kurir Melawan: Lapor ke Polisi
Tidak tinggal diam, kurir yang menjadi korban akhirnya melaporkan insiden tersebut ke Polsek setempat. Laporan disertai bukti video dan saksi warga. Saat ini, pihak kepolisian telah mengonfirmasi sedang menyelidiki kejadian tersebut dan memanggil kedua pihak untuk dimintai keterangan.
"Kita terima laporan dugaan penganiayaan. Kurir tersebut merasa dirugikan secara fisik dan psikologis," ujar salah satu penyidik.
Langkah hukum ini menjadi simbol perlawanan dari profesi yang selama ini “dipandang sebelah mata.” Ini bukan hanya soal satu kurir, tapi tentang perlindungan bagi semua pekerja sektor informal.
Kurangnya Literasi Digital dan Etika Konsumen
Fenomena seperti ini menggambarkan rendahnya literasi digital. Banyak masyarakat masih tidak memahami bahwa dalam skema COD:
-
Kurir tidak berwenang membatalkan pesanan.
-
Kurir tidak tahu-menahu soal isi paket.
-
Keluhan seharusnya diajukan ke penjual, bukan ke pengantar.
Menurut Kemenkominfo, masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa “kurir hanyalah jembatan, bukan pelaku transaksi.” Menyalahkan mereka adalah bentuk ketidakadilan digital.
Refleksi: Menghargai Pekerja Lini Depan
Mereka menembus hujan, panas, debu, bahkan kemacetan — bukan untuk kaya, tapi untuk menyambung hidup. Mereka bukan pengusaha, bukan penipu. Mereka pekerja.
“Jangan lempar botol ke kurir. Lemparlah empati, pengertian, dan rasa hormat.”
Kekerasan terhadap kurir harus dilihat sebagai serangan terhadap martabat kerja manusia. Tidak boleh dianggap enteng. Di balik setiap paket, ada peluh dan risiko.
Langkah Menuju Perubahan
-
Platform e-commerce harus mempertegas SOP pengembalian barang.
-
Masyarakat perlu mendapatkan edukasi digital dalam bertransaksi.
-
Dan negara, lewat aparat hukum, harus hadir membela para kurir.
Kesimpulan
Kurir bukan kambing hitam. Mereka hanya menjalankan tugas. Dan bila terus disalahkan karena sistem yang tidak dipahami, kita sedang membiarkan keadilan diremehkan di depan mata.
Keselamatan dan martabat para kurir adalah urusan kita bersama.
Sumber: Langgam.id, Trans7, Kompas.com, Wawancara warga, Video viral
0 Comments