“A Very Weak Response”: TRUMP UMUMKAN GENCATAN, ISRAEL MASIH BOMBARDIR, IRAN BANTAH – DAMAI ATAU PANGGUNG TIPU-DAYA?

DOHA – TEHERAN – TEL AVIV – WASHINGTON – GAZA
Ketika Donald Trump menyebut balasan Iran sebagai:

“A very weak response, which we expected, and have very effectively countered,”

dunia diberi tontonan: narasi damai di tengah kobaran konflik. Ia mengumumkan gencatan senjata bertahap antara Israel dan Iran, seolah semua masalah bisa diselesaikan dengan satu kalimat presiden. Tapi kenyataan di lapangan—terutama di Gaza—bercerita lain: darah masih mengalir, ledakan masih menggema, dan penderitaan tetap abadi.



🎯 Iran Serang Qatar, Trump Balik Senyum

Iran meluncurkan 19 rudal ke arah Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, sebagai pembalasan atas serangan AS–Israel terhadap situs nuklirnya. Sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Qatar dan AS. Satu rudal menghantam area terbuka—tanpa korban jiwa, tapi menyulut kemarahan diplomatik Qatar.

Trump, alih-alih mengancam balasan, malah menyambutnya dengan sinis dan menawarkan gencatan senjata. Ia bahkan mengklaim bahwa Iran telah memberikan peringatan dini atas serangan itu. "Thank you for the early warning," katanya—dengan nada yang seolah lebih menyindir daripada bersyukur.




🕊️ Gencatan Senjata Sepihak?

Dalam waktu kurang dari 12 jam setelah serangan, Trump mengumumkan:

Fase pertama gencatan dimulai malam itu juga, disusul fase kedua 12 jam kemudian.

Israel langsung menyambut, menyatakan bahwa mereka telah “mencapai semua tujuan militernya di Iran” dan kini siap menahan serangan. Seorang pejabat Tel Aviv mengatakan:

“Kami puas telah menghantam Iran. Kini waktunya menahan diri.”

Namun, Iran membantah semua klaim ini. Menteri Luar Negeri Iran menyatakan:

“Kami tidak pernah menyetujui gencatan apa pun. Ini propaganda sepihak dari Trump dan Israel.”




📜 Rekaman Lama: Ketika Iran dan Israel Pernah Mesra

Yang menarik, permusuhan Iran–Israel bukan warisan abadi. Sebelum Revolusi 1979, keduanya memiliki hubungan mesra. Iran di bawah Syah menjadi pemasok minyak utama Israel, dan Mossad bahkan membantu melatih intelijen SAVAK.

Hubungan baru memburuk ketika Khomeini mengambil alih kekuasaan dan mengubah Iran menjadi republik Islam Syiah yang secara resmi menyebut Israel sebagai “setan kecil”.

Namun—yang sering dilupakan—kerja sama senyap tetap berlangsung secara tak langsung, terutama saat kepentingan bersama seperti menjatuhkan Irak di era Saddam, atau melawan kelompok Sunni ekstremis, memaksa mereka berbagi kanal informasi gelap.


☪️ Iran vs Sunni: Luka yang Tak Disembuhkan

Iran sering tampil sebagai “pembela Palestina”, tapi di saat bersamaan, memiliki rekam panjang menindas Muslim Sunni, baik di dalam negeri maupun regional:

  • Di provinsi Sistan-Baluchistan, warga Sunni mengalami diskriminasi struktural: dari pembangunan hingga larangan membangun masjid besar di Teheran.

  • Dalam Perang Suriah, Iran mendukung rezim Assad dan milisi Syiah yang secara sistematis membantai warga Sunni di Homs, Aleppo, Ghouta.

  • Di Irak, milisi pro-Iran seperti Hashd al-Shaabi disebut terlibat dalam pembantaian warga Sunni pasca penggulingan ISIS.


💀 Gaza: Darah Mengalir di Tengah 'Damai'

Yang paling memilukan adalah Gaza. Saat dunia dibuat terpukau oleh deklarasi damai Trump, warga Gaza masih terkubur di bawah reruntuhan:

  • 29 warga Palestina tewas hanya sehari setelah gencatan diumumkan, termasuk 19 korban di sekitar Rumah Sakit Al-Awda.

  • Lebih dari 410 orang tewas sejak Mei dalam insiden berebut bantuan pangan. Tank Israel menembaki kerumunan pengungsi, menurut laporan PBB.

  • Anak-anak menderita malnutrisi akut, dan hanya 40 % sistem air bersih yang berfungsi.

  • PBB menyebut penggunaan kelaparan sebagai senjata sebagai kejahatan perang.

Gaza, yang justru bukan bagian dari gencatan Trump–Iran–Israel, menjadi korban sebenarnya dari konflik ini. Mereka tidak diundang ke meja diplomasi, tapi jadi sasaran utama ledakan dan penderitaan.


🎭 Opini Tajam: Perdamaian Palsu di Panggung Dunia

Gencatan senjata ini tampak seperti sandiwara global. Ia tidak disepakati kedua belah pihak. Ia tidak menghentikan kekerasan. Dan ia tidak menjangkau Gaza—lokasi paling berdarah hari ini.

Trump memainkan drama diplomasi, Israel mengklaim kemenangan militer, dan Iran menggertak dari balik batas—tapi tidak ada yang memadamkan nyala api di Gaza, tidak ada yang menyeka darah anak-anak yang tertembak di antrian roti.


🔥 KESIMPULAN: SIAPA YANG DAMAI? SIAPA YANG MATI?

Gencatan senjata ini bukan solusi. Ia adalah pengalihan perhatian publik global, dari ledakan sebenarnya ke panggung pidato. Saat para pemimpin bicara tentang "penghentian permusuhan", rakyat Palestina digempur dalam sunyi, dunia Arab berdiam, dan negara-negara besar menutup mata.

Reactions

Post a Comment

0 Comments