“Kamu lihat Piala-piala ini?”
kata papa menunjukkan piala dan sertifikat yang ada di ruang kerja nya itu.
“Ini semua papa dapat dari kerja
keras papa, papa selalu juara dan terus menjadi juara. Jika bukan kamu penerus
papa, siapa lagi? Papa tidak suka kekalahan” kata papa lagi sambil mengguncang
tubuh kak Steven.
“Ingat, kalau kamu kalah, kamu
bukan anak papa, anak papa adalah pemenang!”
“Steven janji pa, pertandingan
selanjutnya steven akan menang, Steven anak papa” kata kak Steven sambil
menangis terseduh-seduh.
“Bukti kan kalau kamu anak papa!”
kata papa mengelus rambut kak Steven dan lalu pergi dari ruangan itu.
Melihat papa mulai keluar gue yang dari tadi mengintip berusaha pergi dari sana agar tidak ketahuan papa. Gue bersyukur papa tidak melihat gue. Gue merasa kasihan dengan kak Steven, ia terus menangis di ruangan itu. Setelah hari itu, kak Steven semakin giat berlatih, ia berlatih tidak kenal waktu. Bahkan gue sudah jarang melihat kakak makan bersama kami di meja makan. Ia juga jadi sering tidur larut malam.
Melihat papa mulai keluar gue yang dari tadi mengintip berusaha pergi dari sana agar tidak ketahuan papa. Gue bersyukur papa tidak melihat gue. Gue merasa kasihan dengan kak Steven, ia terus menangis di ruangan itu. Setelah hari itu, kak Steven semakin giat berlatih, ia berlatih tidak kenal waktu. Bahkan gue sudah jarang melihat kakak makan bersama kami di meja makan. Ia juga jadi sering tidur larut malam.
Minggu depan pertandingan kakak akan di mulai, hari ini gue dan mama menemani kakak untuk latihan di lapangan bersama pelatih nya. Ada kak rendy juga disana, ternyata kak Steven dan Kak Rendy memiliki pelatih yang sama. Mereka pun berlatih bersama, dan dari latihan ini Kak Rendy selalu unggul dari kak Steven. Gue dapat melihat wajah frustasi kakak saat itu. Latihan kak Steven jadi semakin keras, setiap latihan kak Steven pasti akan mengatakan “Aku anak papa, aku anak papa”.
Hingga saat pertandingan pun di mulai. Papa tidak hadir pada pertandingan ini. Dan di pertandingan kali ini pun gadis itu datang bersama keluarga nya. Gue tidak ingin duduk di sebelahnya lagi, kebetulan sekali mama menyuruh gue memberikan botol minum pada kak Steven di bawah. Dengan semangat gue mengangguk dan menemui kak steven, kak Steven tengah mengikat tali sepatu nya.
“Kak, ini dari mama” kata gue.
“Taruh di samping tas kakak reen”
kata kak Steve, gue pun duduk di sampingnya dan mengambil tas kecil nya. Gue
letakan botol itu di dalam tas karena takut hilang dan gue sangat terkejut
ketika menemukan sesuatu di dalam tas kak Steven.
“Apa ini kak?” tanya gue
menunjukkan jarum suntik dan botol aneh dari dalam tas nya. Dengan cepat kak
Steven mengambil tas nya kembali dan meletakkan barang itu di dalam tas nya,
lalu memastikan tidak ada orang lain yang melihat.
“Kak Stev, itu kan..”
“Reen , kakak mohon, kata pelatih
ini lah satu-satu nya yang bisa menolong kakak untuk menang” kata kak Steven
sambil memegang kedua tangan gue. Gue tidak tahu harus berkata apalagi, gue
memang ingin kak Steven menang agar papa tidak lagi marah dengan nya namun gue
tidak ingin ia memakai barang-barang terlarang seperti itu. Fluit tanda
pertandingan pun di mulai. Semua finalis sudah beranjak menuju barisannya.
“Kakak Mohon Reen,” kata kak
steven dan lalu meninggalkan gue disana menuju barisannya.
Beberapa saat kemudian pertandingan pun di mulai. Kak Steven berhasil mengunggulin kak Rendy, kecepatan kak Steven semakin bertambah dan akhirnya dia menang. Mama memeluk erat kak Steven. Kak Steven buru-buru menelepon ayah dan memberitahukan bahwa ia memenangkan perlombaan kali ini.
Beberapa saat kemudian pertandingan pun di mulai. Kak Steven berhasil mengunggulin kak Rendy, kecepatan kak Steven semakin bertambah dan akhirnya dia menang. Mama memeluk erat kak Steven. Kak Steven buru-buru menelepon ayah dan memberitahukan bahwa ia memenangkan perlombaan kali ini.
“Selamat ya Kak,” kata anak gadis kecil itu pada gue, gue tersenyum pada nya.
“Terima kasih, “ kata gue lembut,
anak itu lalu kembali kepada mama nya. Gue melihat keluarga itu sangat bahagia,
walaupun kak Rendy mendapatkan peringkat kedua. Sungguh berbeda dengan keluarga
gue.
Malam nya , papa pulang membawa banyak hadiah untuk Kak Steven, papa memeluk kak steven erat.
“Ini baru anak papa” kata papa.
Gue melihat kebahagian di wajah papa,mama dan kak Steven. Gue gak mungkin
sanggup mengatakan masalah obat terlarang itu pada mama dan papa.
Selesai makan malam, kak Steven menghampiri gue ke kamar.
“Reen, terima kasih ya” kata kak
Steven pada gue.
“Kak berhenti lah memakai obat
itu, ini gak bener kak, kakak masih bisa menang tanpa obat-obat itu” kata gue
meyakinkan kak Steven.
“Tidak reen, hanya obat itu yang
bisa menolong kakak, kamu lihat kan saat latihan kakak tidak bisa mengalahkan
Rendy, kurang giat apa latihan kakak reen?”
“Tapi kak, obat itu bisa buat
kakak kecanduan.”
“Tidak kalau kakak tidak
mengonsumsinya setiap hari, kakak hanya akan mengonsumsinya setiap pertandingan
reen, kakak berjanji”
“Bagaimana kalau papa atau mama
tahu akan hal ini? Mereka akan sangat sedih”
“Oleh karena itu, jika kamu tidak
ingin membuat mereka sedih, jangan beritahu hal ini, atau kamu akan kehilangan
kakak untuk selama nya” Setelah berkata seperti itu kak steven pun pergi dari
kamar gue. Gue tidak tahu harus berkata apa lagi.
Hari demi hari pun berlalu, hingga tiba pertandingan kedua kak Steven, dan seperti dua bulan lalu kak Steven pun memenangkan pertandingan ini. Namun ada yang aneh dari kak Steven setelah pertandingan. Ia terlihat sangat ketakutan dan panik. Gue memang sempat melihat ia aduh mulut dengan kak Rendy tadi.
Hari ini kak Rendy pulang bersama kami, karena orang tua nya tidak bisa menjemput. Setelah mengantarku ke tempat les piano mama akan mengantar kak Rendy pulang ke rumah nya. Di sepanjang perjalanan kak Rendy dan Kak Steven terlihat saling buang muka dan tidak berbicara satu sama lain. Menurut gue ini pasti karena aduh mulut tadi. Mama menurunkan gue ke tempat les piano dan lalu pergi ke rumah kak Rendy.
Selesai Les piano gue pulang sendiri menggunakkan taxi gara-gara mama tidak bisa menjemput. Mama menelepon kalau ia sangat sibuk. Sesampainya di rumah, gue heran rumah sangat sepi. Kata bibi mama dan Kak Steven belum pulang dari tadi pagi.
Malam nya, mama dan kak Steven
pun pulang. Mama terlihat sangat marah dengan kak Steven. Gue tidak berani
keluar kamar saat itu. Ini pertama kali mama semarah itu. Gue mendengar kalau
mama akan melaporkan kak Steven ke papa. Apa mama sudah mengetahui masalah obat
terlarang itu?
Gue terus menguping dari balik
pintu, gue mendengar kak Steven meminta maaf pada mama dan memohon pada mama.
Namun gue mendengar mama mengatakan “Hallo pa,” dan sesaat kemudian mama
meneriakkin nama kak Steven.
“Steven!”
“BAMP!” Terdengar suara jatuh
yang cukup kuat dari arah jendela.
Dengan cepat gue keluar kamar, gue melihat mama menangis memegang dinding balkon sambil memandang ke bawah. Mama lalu lari menurunin tangga sambil berteriak tolong. Dengan panik gue berlari menuju balkon dan melihat ke bawah. Pupil mata gue mengecil, jantung gue seakan berhenti ketika melihat kak Steven terkulai di bawah dengan darah di sekitar tubuh nya. Kaki gue sangat lemas dan gemeteran. Bibi lalu membantu gue untuk berdiri. Itu lah saat terakhir gue melihat kakak gue. Kak Steven pergi untuk selamanya.
Setelah pemakaman kak steven ,
papa pergi meninggalkan mama, papa menuduh mama adalah penyebab kematian kak
Steven. Melihat mama menangis seperti itu gue berusaha menenang kan mama, gue
juga berkata jujur sama mama kalau gue tahu akan obat terlarang itu sejak
pertama kali kak Steven menggunakannya. Mama menampar gue keras di pipi, mama
mengatakan kalau gue lah penyebab utama perginya kak Steven. Kalau saja gue
jujur saat itu, mungkin hari ini tidak akan terjadi.
Setahun berlalu, mama tetap menyalahkan gue akan hal yang terjadi dengan keluarga kami. Mama juga sangat berubah, ia jadi sering membawa seorang lelaki masuk ke dalam rumah. Gue sangat benci dengan lelaki itu, karena dia selalu memandang gue dengan tatapan aneh dari kaki hingga ujung kepala.
Gue pernah melapor pada mama akan hal itu, hanya mama tidak mendengarkan gue. Hingga hari menyeramkan itu pun terjadi, lelaki itu datang ke rumah di saat mama tidak di rumah. Ia mengatakkan akan menunggu mama di rumah. Gue yang tidak suka dengan tatapannya memilih untuk menetap dikamar.
Pukul 01.00 Am, gue tengah tertidur lelap saat itu gue merasa ada seseorang yang menimpah gue, dan itu lelaki itu. Ia tidak memakai sehelai baju pun. Gue memberontak, namun percuma, tenaganya sangat kuat, dan hal hina itu pun terjadi. Hidup gue seakan di rengut oleh tangan besar itu hari itu. Gue merasakan sakit yang luar biasa secara fisik mau pun bathin. Gue berusaha berteriak namun ia memasukkan selimut ke mulut gue.
Mama pulang dan mendapati lelaki
itu sedang melakukan perbuatan bejatnya dikamar gue, mama lalu mengusirnya
keluar. Dia mengaku bahwa gue lah yang memulai duluan. Mama mengatakan kalau
gue hanya anak 13 tahun, tidak mungkin gue seperti itu.
Mama tidak melapor ke polisi karena tidak ingin aib keluarga kami bertambah apalagi setelah kepergian kak Steven. Semenjak saat itu gue mengalami trauma akan tidur di malam hari, bayangan itu selalu muncul di benak gue. Beberapa kali gue ke psikiater anak, namun percuma, rasa trauma itu tidak pernah hilang sampai sekarang.
Saat itu kami berusaha untuk menutupi hal ini dari orang-orang, namun video bejat itu tersebar di sekolah tidak tahu bagaimana dan siapa yang melakukannya. Saat itu gue mulai di olok-olok dan di pandang rendah oleh semua orang di sekolah. Hingga mama memutuskan untuk memindahkan gue ke medan sebelum berita itu tersebar luas, mama juga meminta bantuan temannya untuk menghapus video itu dari internet.
Di Medan, Gue berusaha untuk memperbaiki semua nya, gue lebih giat belajar dan meraih semua prestasi hingga menjadi gue yang sekarang. Lambat laut orang-orang mulai memandang gue. Bahkan orang-orang yang dulu mengolok gue di sekolah gue yang lama juga menjadi segan dengan gue dan sebagian dari mereka bekerja di kantor gue sekarang. Gue melalui semua nya sendiri, semenjak gue pindah ke Medan, gue jarang bertemu mama. Mama tetap kerja di Jakarta, dan hanya pulang sebulan sekali kadang juga dua bulan sekali.
“Dan sikap mama masih acuh pada
gue sampai sekarang” kata gue mengakhiri cerita gue.
“Reen, aku gak ngerti bagaimana
kamu bisa bertahan selama bertahun-tahun dengan penderitaan itu” kata keysia,
ntah sejak kapan ia menangis terisak-isak seperti itu.
“saat itu gue berusaha beberapa
kali untuk mengakiri hidup gue, namun gue memikirkan mama, mama hanya memiliki
gue, gue harus kuat demi mama” lanjut gue, Keysia lalu memeluk gue lagi.
“kamu adalah salah satu makhluk
ciptaan Tuhan yang paling hebat, Reen” Kata nya.
Bersambung,
4 Comments
Huh... Sedih kli hrs kali ya kakak karen meninggal, tp tbakan gie slama ini ttng kakak karen hmpir mndekati kbenaran sih wkkk... Lalu bgaimana dgn kisah keysia?
ReplyDeletekisah Keysia akan ada di part part selanjut nya, jangan bosan membaca ya :)
Delete😥😢😭
ReplyDeletehuhuhuhuhu sedih sekalii
mulai terkuakk
tunggu kelanjutaannya ya :)
Delete