When You Open Your Eyes - Part 6



Kareen Plot,
“Sial!!” teriak gue memukul stir mobil gue. Mama terlalu egois, dia lebih mementingkan anak psikopat itu dari pada gue. Gue tidak akan perduli apapun sikap mama nanti setelah Gue mengusir anak itu keluar.
“Dia harus keluar!” geram gue. Gue bunyikan klakson mobil gue memberitahu mobil depan untuk maju, jalanan cukup macet siang itu membuat emosi gue semakin membara. Gue arah kan pandangan gue ke kanan, berusaha menenangkan pikiran gue dengan hijau nya daun-daun yang ada disana. Seketika mata gue tertuju pada sesuatu di taman itu.
“Sepeda gue” Sepeda gue terparkir di taman itu, gue ingat banget itu adalah sepeda gue. Mata gue lalu mencari si pengguna sepeda tersebut ke segala arah dan gue melihat ada yang duduk di bangku taman tersebut.
“itu pasti dia!” duga gue, setelah mobil depan sudah maju beberapa meter. Gue belokkan mobil gue ke arah taman tersebut, dan gue parkirkan. Dengan cepat gue langkahkan kaki gue ke tempat anak itu duduk. Gue akan menariknya pulang dan mengembalikannya ke kota asalnya.

Namun setelah berada beberapa meter dari nya gue baru menyadari sesuatu. Dia terlihat sangat kacau, rambutnya berantakan, badannya di penuhi lumpur dan bau. Ia terus memandang ke bawah dan menangis terseduh-seduh. Dengan perlahan gue maju mendekati nya, setelah menyadari kedatangan gue dia melihat gue sebentar dan lalu berusaha tersenyum. Tidak tahu kenapa senyumannya itu menusuk jantung gue. Dia tundukkan kepala nya lagi kebawah.

“Bagaimana perasaan kamu ketika kamu membuka mata kamu dan mengetahui kalau dunia bukan lagi dunia yang kamu kenal? dunia ini menjadi asing. Bagaimana perasaan kamu ketika kamu membuka mata kamu, kamu tidak lagi bisa mengingat apapun kejadian sebelum mata itu terbuka?” tanya nya di sela tangisan nya, pertanyaan itu begitu penuh dengan luka.

“Ketika aku berusia 6 tahun, aku menemukan diriku sudah berada di salah satu kamar rumah sakit. Aku tidak dapat mengingat apapun, bahkan nama ku. Yang ku rasakan hanya lah rasa sakit yang luar biasa dari kepala dan tubuh ku. Saat itu lah aku melihat ibu untuk pertama kali. Saat itu ibu tidak menjelaskan apapun pada ku, ia hanya memberitahu bahwa namaku adalah Keysia Reynand. Semenjak itu Ibu merawat ku dengan penuh kasih.”

“Setelah aku sembuh total ibu memasukkan ku ke sekolah negeri. Hari pertama ku di sekolah sangat menyeramkan, setelah aku memperkenalkan nama ku, guru-guru memandang ku dengan tatapan aneh. Bahkan di hari berikutnya teman-teman sekelas yang awalnya ramah kepada ku berubah menjadi monster. Mereka membully ku, dan menamai ku anak si psikopat. Aku bertanya mengapa mereka menamaiku seperti itu, mereka berkata orang tua mereka yang memberikan nama itu untuk ku karena ayahku seorang psikopat. Setelah kelas 3 SD, pembullyan mereka semakin menjadi. Mereka mengurungku di dalam kamar mandi dan juga melemparku dengan telur busuk. Sudah berkali-kali aku pindah sekolah untuk menghindari pembullyan, namun pembullyan itu terus terjadi dan julukkan anak psikopat selalu menghantuiku. Ibu lalu memutuskan untuk membuang nama keluarga ku dan aku hanya menggunakan nama Keysia. Aku bertanya pada ibu apa yang sebenarnya terjadi, ibu hanya berkata bahwa belum saat nya aku mengetahui hal ini.”

“Setelah aku membuang nama keluarga ku, kehidupanku menjadi normal. Aku memiliki banyak teman dan sahabat. Aku pun melupakan fakta akan siapa aku sebenarnya. Hingga ketika aku masuk SMP, aku diperkenalkan dengan internet. Disana lah aku mengetahui siapa aku sebenarnya. Ayah ku seorang psikopat yang membunuh ibu, adikku dan dirinya sendiri, tinggalah aku yang selamat dari peristiwa tragis itu. Ibu mendapat telepon dari seseorang bahwa aku sedang sekarat, panti asuhan ibu tidak jauh dari rumahku dulu. Kata ibu dahulu aku dan ayah sering mampir di panti asuhan ini, berdonasi dan merayakan ulang tahun. Aku berharap dapat mengingat semua itu.”
“Ketika aku masuk SMA, aku bertemu dengan mama Maya. Mama Maya sering datang ke Panti untuk berdonasi dari aku kecil namun aku tidak pernah bertemu langsung dengannya. Ketika aku masuk SMA mama Maya berniat mengangkatku menjadi anaknya. Ia berkata bahwa ia sudah memperhatikkan ku sejak aku kecil. Mama Maya menyekolahkan ku di SMA swata yang cukup popular di Jakarta. Ia juga memberi ku beasiswa untuk kuliah di kampus miliknya di Medan.” 


“Aku sangat senang mendapat beasiswa itu, karena dengan begitu aku dapat menunjukkan pada orang-orang bahwa aku tidak seperti yang mereka pikir kan” katanya berusaha menahan air mata yang terus keluar dari mata nya.

Apa ini? Mengapa air mata gue juga ikut keluar dengan sendiri nya?

“Aku..aku minta maaf, aku mohon izin kan aku untuk berkuliah, aku tidak akan mengganggu mu, aku akan menjaga sikap ku” kata nya menangis terseduh-seduh. Gue yakin mama pasti yang memberitahukan hal ini pada nya.

“Aku ingin membanggakan ibu, aku mohon, ini lah satu-satunya cara agar aku bisa menujukan pada semua orang kalau aku bukan psikopat..aku mohon!” kata nya lagi merapatkan kedua telapak tangannya ke arah gue, sambil terus menangis. Dengan reflex gue peluk dia erat. Gue bener-bener paham dengan keadaan dia saat ini. Sama seperti gue saat itu, saat itu gue juga pernah memohon pada mama seperti ini. Mama benar, jika gue menghukum dia karena masa lalu nya maka sudah sepantasnya gue juga dihukum karena masa lalu gue. Gue biarkan dia menangis di bahu gue.

Bersambung,

Post a Comment

0 Comments