Kareen Plot,
“kenapa? Apa karena kamu kasihan
pada ku?”
‘Kasihan? Gue bukan tipe orang
mudah kasihan dengan orang lain’ bathin gue. Tidak tau mengapa perkataan Keysia
itu terus mengganggu pikiran gue. Gue jadi
tidak bisa konsen dengan pekerjaan yang menumpuk ini. Gue tutup laptop gue dan
gue sandarkan badan gue ke kursi sofa.
Gue akui sikap gue memang berubah
pada nya semenjak kejadian di taman itu. Ya itu karena dia sama dengan gue, gue
12 tahun yang lalu. Saat gue memohon pada mama untuk tetap mengijinkan gue
untuk sekolah. Saat gue berusaha meyakinkan semua orang kalau gue tidak seperti
yang mereka pikirkan. Saat itu gue melakukan semuanya sendiri, gue berusaha
menjadi yang terbaik dari yang terbaik.
“Kareen” seseorang memanggil gue
dari arah kanan, gue arahkan kepala gue kearah suara itu. Terlihat Keysia
sedang turun dari tangga lantai dua, gue lalu melihat jam dinding di ruang tamu
itu, waktu menunjukkan pukul 01.00 AM.
“Lu kenapa belum tidur?” tanya gue.
“Tidak bisa tidur” jawab nya
seraya duduk di sofa disebelah gue.
“kenapa? Ada masalah lagi di
kampus?” tanya gue, dan dia menggeleng.
“Lalu? Apa yang mengganggu
pikiran lu?”
“jika alasan tidak bisa tidur
adalah pikiran, lalu apa yang mengganggu pikiran mu setiap hari?” tanya nya
pada gue. Gue tertegun mendengar hal itu.
“Kata bibi setiap hari kamu
selalu tidur pukul 05.30 pagi , tepat nya ketika bibi bangun, apa yang
mengganggu pikiran mu?”
“Bukan urusan lu” kata Gue
mengallihkan pandangan gue darinya.
“Kalau begitu, berhenti
mengurusin urusan ku! biarkan aku melakukan semua nya sendiri!” kata nya lagi.
“Gue .. Gue tidak bisa!” kata gue
masih tanpa menatap nya.
“Kenapa? Pertama kali aku
menginjakkan kaki kerumah ini kamu bisa untuk tidak memperdulikan ku, kenapa
sekarang tidak? Aku sudah bilang aku tidak ingin di kasihani!” kata nya , nada
bicara nya penuh dengan amarah.
‘Karena gue tau bagaimana rasa
nya memperjuangkan kembali harga diri kita, bagaimana rasa nya membuat
orang-orang kembali memandang kita, dan bagaimana rasa nya berjuang sendiri
menghadapi hal-hal tersebut.’ bathin Gue menarik nafas cukup panjang, air mata
gue perlahan mulai keluar. Kenangan buruk yang sudah lama ingin gue hapus itu
kembali lagi ke ingatan gue.
“Kareen, kamu nangis? Apa kata-kata ku barusan
menyakiti mu??.” katanya dengan nada penuh rasa bersalah.
“Tinggalkan gue sendiri!” kata gue
pelan tanpa menatapnya. Namun ia bukannya pergi malah memeluk gue. Tangisan gue
semakin pecah ketika ia memeluk gue dan mengelus pundak gue.
“kata ibu, pelukkan adalah salah
satu cara untuk berbagi kesedihan jika kita tidak bisa mengungkapkan kesediahan
itu” kata nya pelan.
“Aku minta maaf kalau perkataan
ku melukai mu, aku hanya ingin membantu mu, karena kamu telah membantu ku hari
ini” katanya lagi namun gue tidak menjawab, malam itu pertama kali semenjak 10
tahun belakangan ini gue bisa mengeluarkan semua air mata gue.
==Skip Time==
02.00 AM,
“Minum lah, coklat bisa
menenangkan perasaan”” kata nya memberikan secangkir coklat hangat yang ia buat
pada gue.
“ibu lu juga yang mengatakan?”
tanya gue seraya menerima coklat hangat itu. Dan dia mengangguk sambil
tersenyum.
“berhenti lah minum kopi, kopi
itu yang membuatmu tidak tidur tiap malam kareen” kata nya memandang gue.
“itu lah yang gue ingin kan, gue
tidak ingin tidur di malam hari” kata gue seraya meletakkan cangkir coklat yang
sudah gue minum sedikit itu di atas meja. Gue tidak mendengar pertanyaan
‘mengapa’ dari nya, Gue tahu ia takut menyakiti gue dengan pertanyaannnya
lagi. Gue Tarik nafas yang cukup panjang.
“12 tahun yang lalu,”
#FlashBack#
“Reen, cepat bangun, nanti kakak
telat loh” kata seorang anak lelaki berusia 14 tahun itu seraya mengetuk pintu
kamar gue. Perkenalkan dia Steven, abang gue. Setiap pagi tugasnya memang
membangunkan gue yang paling susah bangun pagi ini, namun tidak untuk hari ini.
“Iya loh kak,” kata gue seraya
membuka pintu kamar gue yang di gedor dari tadi.
“tumben udah siap” tanya nya
terkejut melihat gue sudah berpakaian
rapih,
“Iya donk, hari ini kan kakak
lomba, kalau Kareen telat bisa di ceramahin papa sampai malam” Kata gue
melewati nya yang terbengong itu dan langsung menuju ruang makan.
“Pagi Ma , Pagi Pa” sapa gue dan
duduk di kursi meja makan.
“Nah gitu donk, gak merepotkan
kakak mu tiap pagi” kata papa seraya menyiapkan roti untuk Kak Steven. Papa
memang sangat sayang dengan Kak Steven. Kak Steven selalu menjadi kebanggaan
Papa. Dia selalu mendapatkan juara 1 di kelas, dan juga mendali emas dalam
perlombaan lari.
“Kareen hari ini ada les piano
kan?” tanya mama seraya memberikan roti kepada gue, dan gue hanya mengangguk.
“Ya udah, nanti selesai
perlombaan Steven mama antar kareen ya,” kata mama tersenyum lembut.
“Okeii,” jawab gue membalas
senyuman mama.
08.00 AM, kami sudah sampai di
tempat perlombaan, Kak steven sekarang sudah berada di lintasan lomba. Gue dan
mama duduk di kursi penonton, sedangkan papa berdiri di pinggir lintasan untuk
menyemangati kak Steven.
“Kareen yakin kak steven akan
menang,” kata gue pada mama. Dan mama mengangguk. Tidak lama kemudian seorang wanita
dan seorang pria datang bersama seorang anak perempuan kecil, menurut ku
umurnya sekitar 6 tahunan. Mama sepertinya sangat mengenali wanita itu. Mereka
berbincang hangat di sebelah kanan gue, sedangkan anak perempuan itu duduk di
sebelah kiri gue.
“Itu kakak ku, Kak Rendy”
tunjuknya pada seorang finalis yang berdiri di sebelah kak steven.
“Dan itu kakak gue” balas gue
tidak mau kalah.
“hari ini kakak ku pasti menang”
kata anak kecil itu semangat.
“Tidak kakak gue donk yang
menang” kata gue kali ini.
“Hmm baiklah kakak kita berdua
akan menang” kata nya tersenyum dan gue mengangguk sambil tersenyum juga.
Fluit pertama pun terdengar,
tanda lomba akan di mulai. Aba-aba pun
mulai terdengar.
“BERSEDIA” teriak seorang juri
dari microphone yang ia pegang. semua finalis sudah pada posisi bersiap nya.
“SIAP!” Teriaknya lagi, kali ini
semua finalis mulai mengambil ancang-ancang.
“YA!” dan Perlombaan pun dimulai
Kak Steven memimpin barisan, di
belakangnya terlihat dua finalis lain nya salah satu nya adalah Kakak gadis
yang berada di sebelah ku itu. Seluruh penonton mulai meneriaki jagoannya,
termasuk aku dan mama juga anak kecil ini.
“Ayok Kak Rendy!!” teriaknya
memekakkan telinga ku. Suara nya benar-benar melengking.
Kak Steven mulai mendekati garis
finish, namun finalis di belakangnya mulai menyusul nya. Dan ya, Finalis yang
tak lain adalah kakak gadis ini berhasil mendahului kak Steven melewati garis
finish.
“YEEEEE,” sorak nya kegirangan
sambil menari-nari. Mama lalu beranjak
menghampiri kak Steven, gue mengikuti mama dari belakang. Gue tidak tahan
mendengar teriakan anak di samping gue itu. Sebelum gue sampai ke tempat kak
Steven ,papa menarik tangan gue untuk pergi dari sana. Papa terlihat sangat
kesal. Gue dapat melihat wajah kak Steven yang memandang papa dari belakang
sana. Ada mama disana yang memeluk kak steven erat.
Papa mengantar gue ke tempat les
piano tanpa berkata apapun.
Malam nya, suasana di meja makan
saat itu benar-benar tidak menyenangkan seperti biasanya. Papa tetap fokus pada
makananya, sesekali ia akan meletakkan lauk ke piring gue. Ini sangat aneh,
biasa nya juga papa bersikap seperti itu pada Kak Steven.
“Pa, Steven mau ikannya donk”
kata kak Steven berusaha mencairkan suasana. Namun papa tidak menjawab. Papa
tetap fokus makan.
“Sini biar mama yang ambil kan,”
mama lalu hendak mengambil ikan yang berada tidak jauh dari piring papa. Begitu
tangan mama meraih piring tersebut , papa lalu bangkit dan meninggalkan
makannanya yang masih sisa setengah itu.
Kami bertiga memandang papa
terkejut,
“Stev kenyang ma,” kata kak
Steven dan beranjak juga dari meja makannya menuju kamarnya. Gue yakin keadaan
ini akan pulih setelah beberapa hari. Namun, dugaan gue salah, sebulan sudah
berlalu dan papa tetap mendiamkan kak Steven. Malam itu gue memutuskan untuk
mengerjakan PR di ruang tamu bersama papa yang sedang sibuk dengan laptop nya.
“Pa, “ sapa kak steven yang ntah
sejak kapan sudah berada disana. Papa sama sekali tidak memperdulikan sapaan
itu. Kak Steven lalu duduk di samping papa, namun setelah kak steven duduk papa
menutup laptop nya dan bangkit dari sana. Kak Steven menahan tangan papa.
“Cukup pa, cukup mendiamin steven
seperti ini, kalau steven ada salah marahin steven pa, tapi jangan diamin
Steven” gue dapat melihat air mata kak steven saat itu. Papa lalu berbalik
memandang nya, dan lalu menarik tangan kak steven cukup kasar menurut gue. Papa
menarik kak Steven ke ruangan kerja nya, gue mengikuti mereka dari belakang.
Bersambung,
Tag : Drama, Family, Nandini, Mysteri, Misteri,
Part 8, Sedih, Papa, Insomnia, Psikopat, Slice Of Life, Susah, When You Open
Your Eyes, Masa lalu, Psikopat, Sister.
3 Comments
Oh.. Trnyata kareen pnya kakak gue sangka slama ini kareen anak tunggal tp knapa karen dan kakak nya tak prnah barengan lg ya? Sbnarnya apa yg trjadi sih??? Please part 9 d up dgn cpat dan part slanjut nya ya jgn smpe terhenti ya...😊
ReplyDeleteThanks support nya, nah teka-teki nya ada di part 9 nih :)
DeleteSteven kemana??
ReplyDeleteKok Kareen tinggal sendiri??
Apakah adik Kak Rendy itu si Keysia?
Kapan up nii author??