“Lily?” terdengar suara yang dari tadi
ditunggu oleh makhluk sihir didalam rumah kaca tersebut, mata caramel milik
penyihir itu terbalalak tidak percaya.
“ah… apakah sudah pulang ya?” terdengar
gumaman lembut dan suara kain yang saling bergesekkan. Dengan tergesa – gesa
Lily menaruh kembali teko teh nya dan dengan gelagapan hingga hampir
menumpahkan isinya, lalu ia berlari menuju pintu utama.
“ya?” sahut Lily sambil membuka pintu
tersebut dengan kasar, wajahnya terperangah melihat Alchemist berambut hitam
tersebut, ia berpakaian rapih dengan kemeja putih berenda, dan celana hitam
beserta sepatu formal berwarna hitam, Lily dapat melihat wajahnya lebih segar
dari sebelumnya, kantung matanya masih ada, tetapi tidak ada tanda kelelahan di
wajahnya, yang ada hanya khawatir dan terkejut terpancar dikedua mata tersebut,
rambut hitam yang kemarin menutup sebagian matanya tersebut disibak ke belakang
dan ditahan dengan headband kecil. Memancarkan mata hijaunya beserta
bulumatanya yang panjang tersebut.
“o-oh! Syukurlah! Aku sangat minta maaf, aku
ketiduran, setelah aku membuat potion untuk insomnia ibu Martha dan
memberikannya, aku penasaran apakah potionnya berhasil atau tidak mengingat
bahwa chamomile yang kau berikan sangat bagus, jadi aku mencobanya sendiri,
lalu aku tertidur sangat lama hingga beberapa menit yang lalu aku terbangun.
Aku tidak menyangka kekuatannya hingga sampai segitu, kau bayangkan saja aku
tidur selama 20 jam tanpa terganggu apapun, dan aku kira kau sudah pulang, aku
sungguh minta maaf Lily” jelas Chester dengan wajah penuh penyesalan, ia
sedikit terengah karena berbicara terlalu cepat.
Lily terperangah mendengarnya, apakah Aurel
secapek itu? Atau memang ramuannya semujarab itu?
“masuk dulu” akhirnya Lily mengajak Chester
setelah jeda beberapa saat, dengan gerakkan yang kikuk Chester mengulurkan
tangannya yang dari tadi berada dibelakang dan menunjukkan sebuah bungkusan
kecil dihiasi dengan pita dan bunga kering. Terlihat sangat cantik dibawah
cahaya remang rembulan.
“ini… sebagai buah tangan dan permintaan
maaf. Aku tahu kalau aku keterlaluan” gumam Chester dan Lily hanya menggeleng,
dengan senang hati ia menerima buah tangan dari Chester.
“bukan salahmu, aku juga tahu kau sedang
capek. Bahkan aku cukup senang kau mendapat istirahat lebih” kata Lily yang
berbalik menuju ruang tunggu nya. Memperhatikan
setiap detail kertas lembut yang menutupi hadiah dari Chester.
“apa isinya? Boleh aku buka?” Tanya Lily
dengan senyum sendu, dengan penerangan berwarna oranye yang cukup menunjukkan
semburat kecil di pipnya yang manis. Suara daun yang bergoyang menjadi latar
mereka malam ini.
“ah, sebaiknya kita duduk dulu” sambung Lily,
ia duduk di bangkunya diikuti dengan Chester, alchemist itu tersenyum kecil
kepada Belias yang menatapnya dalam diam sedari tadi. Sementara itu Lily dengan
semangat membuka hadiahnya, saat tali yang terbuat dari tumbuhan itu terbuka,
ia melihat satu pasang sarung tangan berwarna cokelat dan terlihat terbuat dari
kulit, dibawahnya terlipat sebuah apron berwarna peach yang sangat terlihat
indah. Lily mengambil sarung tangan itu dengan hati-hati dan ia dapat merasakan
kekuatan sihir mengalir dalam sarung tangan itu.
“ini…”
“ah, ini gardener glove. Manfaatnya bisa
membuat pekerjaanmu lainnya ringan, seperti mengangkat pot bunga yang berat
atau hanya mencangkul atau pekerjaan berat lainnya, tidak disarankan memakai
ini jika didekat seseorang, kau akan memukulnya 10 kali lebih kuat karena mau
aku akui atau tidak, sarung tangan iini bisa digunakan untuk bertarung jarak
dekat” jelas Chester dengan satu kali nafas, ia terlihat gugup dan tersenyum
kaku.
“oh.. ini pasti akan sangat membantuku,
terima kasih Aurel” untuk pertama kali dalam malam itu Lily memanggil nama
Chester, lelaki tersebut merasakan jantungnya berhenti sedetak, dan nafasnya
terhenti saat gadis itu menyebut nama depannya.
“da-dan, aku rasa kau akan suka apron baru,
apron tersebut baru aku buat semalam setelah mengerjakan ramuannya, tidak ada
yang special dari apron itu kecuali lebih mudah di bersihkan dan dari bahan
yang kuat” sambung Chester diikuti tawa kecil darinya. Lily tersenyum manis dan
meletakkan kembali sarung tangan tersebut, menaruhnya di atas meja kecil yang
ia sediakan.
“terima kasih, mari kita mulai pesta teh
pertama kita” ajak Lily dan ia dapat melihat bahu Chester turun sedikit,
menyatakan ia telah merasa rileks.
Dan akhirnya setelah menunggu seharian, Lily
dan Chester menikmati waktu mereka bersama, dengan Belias yang menceritakan
bebeapa sejarah yang terjadi pada kota ini yang sama sekali tidak diketahui
oleh Chester. Memberikannya beberapa wejangan dan saran untuk mengembara atau
melakukan penelitian.
Chester mengetahui juga bahwa Lily tidak
terlalu terikat dengan Covennya yang terdiri hanya 3 orang, 1 penyihir hijau, 1
penyihir api, dan yang paling mengejutkan adalah penyihir hedge yang lebih
sering dikenal dengan dukun. Entah bagaimana sihir mereka bisa selaras dan
menjadi satu kumpulan penyihir. Tetapi Chester sangat mengerti bahwa kelompok
mereka tidak bisa diremehkan, apalagi dengan besarnya rumah kaca milik Lily
ini, butuh kekuatan alam yang seimbang dan keselerasan antara kekuatannya
dengan tanah disini untuk membuat seluruh tumbuhan disini tumbuh dengan baik.
“datang lah kapan-kapan ke rumahku, aku
membuka toko juga disana” kata Chester yang membantu Liv merapikan mejanya. Lily
tertegun medengarnya.
“ah.. aku.. jarang keluar dari rumah kaca,
jadi aku tidak tahu dimana rumahmu” jawab Lily dengan malu.
“ah kalau begitu pakai ini saja, benda ini
akan menunjukkan arahnya, aku sering memakainya jika tersesat” Chester
mengeluarkan sebuah benda, gelang berwarna kuning dengan sayap kecil menghiasi
gelang tersebut.
“cukup menggunakan gelang ini, jangan terlalu
kencang memakainya, karena dia akan menarikmu kearah tujuanmu” jelas Chester,
ia menarik tangan kanan Lily dan memasangkannya ke pergelangan tangan Lily.
Gadis itu cukup terkejut begitu menyadari bahwa mereka sangat dekat. Ia
mendongak dan terkejut menemukan sepasang mata yang fokus memasangkan gelang
tersebut. Mata Chester sangatlah indah. Di bawah sinar bintang dan rembulan,
cahaya dimata zamrudnya seperti menari mengitari sekitar bolamatanya.
“kau hanya perlu memikirkan tujuanmu, maka
sayap kecil ini akan bergerak dan menarikmu menuju tujanmu. Tidak peduli apakah
kau pernah melihat tujuanmu atau tidak, cukup pikirkan nama tempatnya saja”
kali ini Chester mulai berbicara perlahan dan pelan. Dan dengan jarak yan
sedekat ini Lily semakin menyadari betapa beratnya suara Chester. Bagaikan ia
tersadar bahwa Chester adalah benar-benar seorang pria dewasa.
“kau bisa memilikinya Lily, anggap saja
hadiah atas teh herbalmu yang nikmat. Aku bisa membuatnya lagi haha” Chester
mundur dari Lily, ia tersenyum bahagia, lebar, wajah memerah karena degup
jantungnya yang berdetak kencang dan perasaannya sungguh nyaman. Mungkin karena
teh tadi.
“terima kasih tuan Belias, aku harap bisa
bertemu denganmu kembali” Chester berlutut kepada Belias, bagaikan Belias
adalah seorang raja. Mana api tersebut membusungkan dadanya, dan mendeham kuat.
“aku menunggu penelitian terbarumu Alchemist
Chester” ujar Belias dan alchemist muda itu berdiri sambil tertawa
renyah.
“baiklah, selamat malam Lily, sampai jumpa”
Chester membuka pintu ruang kaca tersebut dan melambaikan tangannya kepada dua
makhluk sihir yang ada disana.
“selamat malam, hati-hati dijalan” ujar Lily
yang membalas lambaiannya. Lalu Chester tersenyum dan menutup pintu kaca
tersebut.
“Wings Of Icarus, benda itu sangat sulit
untuk dibuat, hanya Alchemist setinggi professor yang bisa membuat benda
tersebut. Benda ini adalah salah satu resep terlama yang masih ada” Tiba-tiba
Belias menarik tangan Lily dan memperhatikan gelang tersebut. “kau memiliki
selera yang tinggi Lily. Seorang Chester garis terakhir dan penyihir sekuat
dirimu akan menghasilkan anak yang sangat hebat hahaha” Belias tertawa lebar
dan meninggalkan Lily yang berwajah merah sekali.
“KAMI HANYA BERTEMAN DASAR MANA TUA!”
-TBC-
0 Comments